Indonesia Atasi Praktik Tidak Sehat di Bidang Kesehatan

13 Februari 2017

Dalam upaya memberantas praktik bisnis yang tidak sehat di bidang kesehatan, yang mendorong biaya kesehatan, dan menyediakan layanan kesehatan berkualitas yang terjangkau, Kementerian Kesehatan menggandeng Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU).

Salah satu tantangan yang dihadapi sektor kesehatan dalam negeri adalah industri farmasi, kata Dirjen Kefarmasian dan Alat Kesehatan Kementerian Kesehatan Maura Linda Sitanggang.

Laporan yang disampaikan Indonesia kepada Organization for Economic Co-operation and Development (OECD) pada tahun 2014 menyebutkan bahwa masalah mendasar di sektor farmasi negara adalah hubungan antara dokter dan perusahaan, karena dokter komisi sering bertindak sebagai agen perusahaan.

Laporan itu mengatakan para dokter ini diduga akan menerima bonus dari meresepkan obat-obatan tertentu dari perusahaan-perusahaan tertentu.

Banyak yang percaya bahwa praktik tersebut telah mencegah pasien menerima pilihan obat yang harus mereka resepkan.

KPPU menemukan dalam kajian internalnya bahwa dokter yang diduga bertindak sebagai agen perusahaan farmasi diduga akan menerima sebanyak 30 persen dari biaya pemasaran.

Hal ini, ditambah dengan fakta bahwa negara masih mengimpor 90 persen bahan baku untuk industri, telah membuat beberapa harga obat menjadi sangat tinggi, terutama untuk obat-obatan berkualitas tinggi.

Pada hari Jumat, kementerian menandatangani nota kesepahaman (MoU) di mana KPPU bertujuan untuk memantau industri kesehatan lebih dekat, terutama pada layanan kesehatan dan obat-obatan. MoU tersebut akan secara khusus memantau kepatuhan terhadap peraturan kementerian tahun 2015 yang menetapkan bahwa pasien harus menerima informasi tentang pilihan yang mereka miliki pada obat-obatan dengan kandungan yang sama, tetapi dapat bervariasi harganya.

“Kami akan aktif memantau [pelaksanaan peraturan] dengan asosiasi apoteker,” kata ketua KPPU Muhammad Syarkawi Rauf.

Di Indonesia, obat yang diresepkan dapat dibagi menjadi tiga kelompok, yaitu paten, off-patent (generik bermerek), dan generik. Obat luar paten adalah obat paten yang dikemas ulang dengan merek baru. Harganya lebih rendah dibandingkan dengan yang dipatenkan tetapi masih jauh lebih mahal daripada pengganti generik.

“Yang bermasalah adalah harga obat off-patent yang sangat mahal. Kalau offpatent, berarti ada obat generik [yang bisa diganti],” kata Linda.

Laporan tersebut juga menunjukkan contoh bagaimana pasien dapat membayar harga yang jauh lebih tinggi untuk obat yang diresepkan oleh dokter mereka. Untuk penyakit khas seperti flu biasa, dokter diketahui telah meresepkan obat dan vitamin yang tidak dapat dipatenkan, dengan biaya gabungan yang bisa mencapai Rp 265.400 (US$20).

Tetapi saat ini ada dua obat alternatif untuk pilek, yang keduanya jauh lebih murah. Alternatif pertama hanya seharga Rp 131.800, sedangkan alternatif termurah Rp 19.350. Kedua obat tersebut memiliki kandungan dasar yang sama, sehingga setara dengan varian off-patent.

Linda mengatakan sejak peraturan kementerian itu mulai berlaku pada tahun 2016, lebih sedikit keluhan yang diterima oleh kementerian, namun akan memperkuat pemantauan untuk memastikan pasien memiliki lebih banyak pilihan.

Lebih lanjut, dengan bantuan dari KPPU, Linda mengatakan kementerian mengharapkan penerapan peraturan tersebut menjadi lebih efektif di masa depan.

Dalam jangka panjang, kementerian berharap industri farmasi dalam negeri bisa lepas landas sehingga bisa menghasilkan alternatif obat off-paten yang lebih murah.

Namun, mungkin diperlukan setidaknya satu dekade sebelum sektor ini dapat berproduksi karena sekarang negara ini masih tertinggal dalam mendukung penelitian dan inovasi, yang merupakan inti industri.

“Kami memiliki roadmap 15 tahun, yang pada akhirnya bertujuan untuk mengubah industri farmasi kami menjadi industri yang inovatif. Lima tahun pertama akan fokus pada kerja sama dan transfer teknologi. Lima tahun kedua akan fokus pada akuisisi teknologi. Dan lima tahun terakhir adalah saat kami mulai membuat produk baru [kami sendiri],” tambahnya.

Diambil dari:

http://www.thejakartapost.com/news/2017/02/13/indonesia-to-tackle-unhealthy-practices-in-health-sector.html