Covid-19 Mengakselerasi Digitalisasi Layanan Kesehatan

17 Juli 2020

Transformasi digital pada sektor pelayanan kesehatan akan terakselerasi oleh pandemi Covid-19. Penciptaan perawatan intensif atau ICU di rumah pasien bahkan menjadi hal yang tidak mustahil.

Bahkan, sebagian besar kegiatan pemberian pelayanan kesehatan akan terdigitalisasi. President dari Mayo Clinic Platform John D Halamka mengatakan, karakteristik pandemi Covid-19 yang membatasi mobilitas masyarakat menjadi pendorong perubahan ini.

”Covid-19 mendorong kita untuk memberikan pelayanan kesehatan secara digital. Ini memungkinkan perawatan dan observasi pasien dari rumah. Saya pikir, 60 persen lebih aspek pelayanan kesehatan akan menjadi virtual di masa new normal,” kata Halamka saat berbicara dalam seminar virtual Google Cloud Next ’20 yang diakses pada Kamis (16/7/2020).

Mayo Clinic adalah rumah sakit dan pusat penelitian medis yang terkemuka di Amerika Serikat. Rumah Sakit Mayo Clinic di Rochester, Minnesota, menempati posisi teratas dalam daftar RS terbaik di AS periode 2019-2020.

Halamka mengingatkan, bagi fasilitas pelayanan kesehatan, untuk tidak melakukan transformasi digital hanya demi digitalisasi. Proses transformasi digital harus dilakukan dengan semangat untuk meningkatkan pelayanan kepada pasien sekaligus kinerja dari tenaga kesehatan.

Salah satu upaya memudahkan pasien adalah konsultasi jarak jauh. Halamka mengatakan, banyak aspek pelayanan kesehatan akan memiliki sifat ”store and forward”. Sifat ini pada prinsipnya mengacu pada praktik konsultasi tidak langsung.

Misalnya, pasien dapat mengirimkan informasi seperti foto gejala kepada dokter. Dokter kemudian akan menganalisis dan memberikan rekomendasi juga secara tidak langsung kepada pasien dari jarak jauh.

Selain itu, digitalisasi juga akan membuka jalan terhadap kunjungan dokter secara virutal dan bahkan menggelar standar unit perawatan intensif (ICU) di rumah pasien dengan pengawasan jarak jauh oleh tenaga kesehatan.

”Misalnya, apabila ada orang yang khawatir sebuah benjolan, dia bisa mengambil gambarnya, lalu mengirimkan kepada dokternya,” kata Halamka.

Dengan arah perkembangan seperti ini, Halamka mengatakan, keamanan platform dan jaringan internet menjadi hal yang semakin penting untuk menjaga kerahasiaan pasien beserta data medis yang menyertainya.

Sektor kesehatan masih tertinggal

Namun, di sisi lain, sektor kesehatan masih tertinggal di aspek keamanan siber secara global. Berdasarkan data hasil penelitian IBM Security dan Ponemon Institute, setiap pembobolan data di sektor kesehatan menimbulkan kerugian 6,45 juta dollar AS. Kerugian ini 65 persen lebih besar dibandingkan rata-rata seluruh sektor.

Padahal, menurut Senior Director Healthcare dari firma keamanan siber Proofpoint, Ryan Witt, kerentanan sektor kesehatan akan terus meningkat dengan semakin eratnya hubungannya dengan teknologi digital.

”Bagi para dokter, ingat sumpah Hippokrates untuk melindungi kesehatan pasien. Menurut saya, melindungi data pasien itu adalah bagian tidak terpisahkan dari upaya melindungi kesehatan pasien,” kata Witt dalam webinar terpisah pada Kamis (16/7/2020).

Witt mengatakan, sudah seharusnya industri kesehatan harus lebih sadar akan ancaman siber. Serangan ransomware akan secara drastis memperlambat operasional rumah sakit dan mengganggu perawatan pasien.

Insiden ini sudah nyata terjadi di Indonesia. Pada 2017, Rumah Sakit Kanker Dharmais Jakarta terkena serangan ransomware WannaCry. Semua pelayanan, seperti pemeriksaan penunjang, pemberian obat, dan data pasien dilakukan secara manual sehingga memakan waktu lebih lama.

Manajemen RS pun telah memperbarui sistem operasi Windows yang dipakai, memasang antivirus yang lebih mutakhir, membuat salinan dan menyimpan data pasien, serta merawat instalasi jaringan (Kompas, 16/5/2017).

Untuk itu, kata Witt, hal praktis yang dapat dilakukan oleh pelaku industri kesehatan adalah memberikan pelatihan kepada tenaga medis mengenai higienitas siber. Perilaku siber yang lebih bersih akan mengurangi risiko dan kerentanan sistem terhadap serangan.

”Pelatihan ini harus rutin dilaksanakan. Setiap karyawan baru juga harus diwajibkan mengikuti pelatihan siber,” kata Witt.

Diambil dari:

https://bebas.kompas.id/baca/bebas-akses/2020/07/17/covid-19-akselerasi-digitalisasi-layanan-kesehatan/